22 Desember 2008

SEPATU DAN KEPALA NEGARA

sepatu oh sepatu....!

Sebuah benda nyata yang punya fungsi jelas, digunakan sebagai alas kaki. Ternyata sepatu bisa menjadi urusan negara, sepatu bisa membawa orang bertamasya melalui persidangan dan mendekam di penjara. Begitulah perjalanan Mutazar al-Zaidi.

Pekerjaan al-Zaidi mungkin belakangan ini terlalu overload. Seandainya dia konsisten dengan pekerjaan yang sejenis dan fokus menekuninya, mungkin kariernya tidak akan segemilang ini. Coba bayangkan jika ia tidak beranjak dari pekerjaan sebagai kuli disket (sekarang mungkin kuli flash disk kali ya), maka ia tidak akan mendapatkan berkah berupa ketenaran seperti sekarang ini.

Berawal dari inisiatifnya yang bagus dalam memperluas pekerjaannya, dari menjadi wartawan sampai pada nyambi menjadi pelempar sepatu. Jika kita pikir lagi, hal yang tidak nyambung, secara asosiatif bisa menjadi sebuah kreasi besar. Merupakan kombinasi yang apik antara pengais dan pelapor berita dengan pelempar sepatu.

Alih profesi (atau nyambi profesi lebih tepatnya) menjadi pelempar sepatu mulai ditekuni semenjak dia berhadapan dengan calon partner bisnisnya. Tidak tanggung-tanggung, ia memilih presiden Amerika Serikat, George Warrior Bush sebagai rekanannya.

Runut sejarah, Bush ternyata adalah kepala negara. Pada frasa "kepala negara" terdapat kata "kepala" yang pada kenyataannya merupakan bagian tubuh bagian atas dari manusia. Di situ terdapat rambut yang katanya disebut sebagai mahkota (oleh wanita) dan ada otak yang juga merupakan organ paling vital (bukannya organ vital itu....). Berdasarkan letak dan fungsinya yang terhormat, maka di beberapa budaya ditabukan untuk memegang, menjendul, atau menonjok kepala, apalagi melempar sepatu kepadanya. Nah, kebetulan yang mengalami pelemparan kepala tersebut juga sekaligus kepala negara. Luar biasa.

Pelemparan kepala Bush oleh al-Zaidi akhirnya juga melibatkan banyak orang dan dua negara karena telah diketahui oleh halayak. Mungkin jika pelemparan itu dilakukan di WC, maka Bush tidak bisa apa-apa, selain ngeden menahan rasa sakit dan ngeden yang lainnya.

Sepatu letaknya di bawah, berfungsi untuk alas kaki. Bagaimana jika dua buah sepatu secara bergantian melayang menuju kepada kepala dari kepala negara? Itulah yang menarik. Sebenarnya itu bisa menjadi versional jika dilihat dari dua sisi, sisi si pelempar sepatu dan sisi si kepala peresiden.

Sebenarnya tindakan tersebut merupakan perilaku yang tidak wajar. George Bush pun akan sepakat dengan ini, termasuk al-Zaidi sendiri. ya bagaimana mungkin sepatu bisa melayang dan menuju ke kepala. Di sepak bola saja ini sudah termasuk pelanggaran. Bedanya, di sepakbola karena ada kesepakatan yang jelas tentang aturan ini. Coba, Bush dan al-Zaidi menyepakati ini dulu, mungkin keduanya akan fine.

Hal ini akan bertahan dalam ketidakwajaran ketika Bush (mungkin bacanya Amerika Serikat) perilakunya sama dengan pengawal presiden yang berusaha menyelamatkan mukanya karena itu sudah tugasnya (baca jobdesc). Kalau tidak, maka mereka bisa dipecat tentunya. Tindakan mekanis yang sepatutnya tidak ditanggapi atau ditiru secara mekanis pula. Mudah-mudahan Bush bisa mendengar apa yang dikatakan al-Zaidi sehingga kesepakatan bia dibuat kembali seperti proses terbentuknya aturan dalam permainan bola.

Karena sebenarnya tindakan al-Zaidi yang berusaha merukunkan kepala dan sepatu itu menjadi rasional ketika ada jembatannya. Apa jembatan antara kepala dan kaki? Hati, hati adalah jawabannya. Hati al-Zaidi telah menggerakkan dia untuk mendialogkan sepatu dan kepala, kaki dan kepala negara.


Rudi Cahyono

Tidak ada komentar: