Sebuah percakapan kecil dengan teman (Yanta) di sebuah kantor di hari libur:
Aku : Kamu bisa main bola bekel?
Yanta : Nggak bisa. Dari dulu aku nggak bisa main bekel. Ngglundhung terus…
Aku : Terus kalau ada orang yang ngasih kamu bola bekel, gmana?
Yanta : Ya, aku buat maenan sendiri. Buat lempar-lemparan ajah. Kalau kamu mas?
Aku : Yah, mungkin sama ajah.
Yak, kita seringkali merasa bahwa dunia yang kita lingkupi selalu penuh dengan aturan yang harus diikuti. Seperti dalam permainan bola bekel, bola menggelinding atau terlepas artinya kalah. Sebagian orang sangat mahir bermain bola bekel, sebagian lain tidak. Bagi yang tidak bisa bermain bekel tentunya bola bekel bisa menjadi beban (cost) atau menjadi sumber daya (source). Tergantung bagaimana dia beraksi dengan bola tersebut. Jika bola itu hanya dibiarkan saja, otomatis akan memakan tempat (space) dan berakhir menjadi barang tidak berguna (unuseful).
Orang ini mau tak mau harus memanfaatkan bola bekel supaya menjadi berguna (useful). Dalam hal ini berarti harus memainkannya. Satu-satunya hambatan yang dimiliki adalah aturan main bola bekel sejak dulu sudah ditentukan, yakni melempar bola ke atas dan mengambil biji-biji yang tersedia kemudian menangkap kembali bola tersebut setelah memantul satu kali di tanah. Jika bola terlepas atau memantul lebih dari satu kali, maka pemain harus memainkan mulai dari awal. Artinya, pemain kalah.
Sekarang, bayangkan jikalau kita dapat merubah sedikit saja aturan main. Misalnya, jumlah minimal pantulan lebih dari satu. Seorang pemain pemula pun akhirnya juga dapat mendapatkan kesenangan dari bola bekel tersebut. Dia telah menjadikan bola tersebut useful. Lebih jauh lagi bayangkan ketika aturan lama sudah benar-benar ditinggalkan atau bahkan nama bola tersebut sudah bukan lagi nama bola bekel. Tentu lebih banyak kesenangan yang kita dapatkan dari sebuah bola yang dulunya bernama bola bekel.
Terkadang di dalam hidup, langkah tegar kita terhenti hanya karena hal tersebut tidak sesuai aturan. Aturan yang telah memberikan batasan-batasan bagaimana kita melangkah atau memainkan suatu peran tidak jarang justru menjadi peran itu sendiri dan langkah kita hanyalah pelengkap baginya. Kita mulai tercerabut dari visi kita sesungguhnya. Aturan mengangkangi impian kita dengan segala sanksi dan ketakutan yang disebarkan bersamaan dengan konsensus yang mengiringinnya.
Tepat karenanya, apa yang dilakukan oleh teman saya terhadap bola bekelnya. Jika kita dapat mengambil pelajaran dari situ:
Bila tidak tahu aturannya, pelajari!
Bila tahu aturannya, jalankan!
Bila tidak bisa menjalankan, buat aturan mainmu sendiri!
=d4uz=
=nyawa seroja berhunus senjata=
25 Oktober 2008
KisAh bOLa bEkeL
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar