22 Juni 2008

Interaksi Tersembunyi Suporter dan Pemain

Di Balik Keberhasilan Tim Uber Indonesia

Dengan didasari rasa cinta kepada Indonesia, saya berusaha menulis ini untuk alasan “siapa tahu”. Maksudnya, saya sebagai penulis berharap tulisan ini dilirik untuk menarik perhatian agar dibaca. Membaca tulisan ini diharapkan memperoleh pemahaman dan tanggung jawab bersama untuk pencapaian prestasi Indonesia di mata dunia. Tulisan ini dibuat pas setelah tim Thomas “mengalah” kepada Korea. Dibuat dengan tergesa-gesa untuk mengejar penyelamatan dan pencapaian tim Uber membawa pulang milik kita, supremasi, lebih dari sekedar piala Thomas atau Uber.

Ketika angka terakhir telah menobatkan Korea sebagai finalis dengan dikalahkannya Taufik Hidayat oleh Lee Hyun Il, maka seluruh energi telah drastis diserap oleh seluruh pemain dan official Korea yang merayakan kemenangan. Bahkan untuk membuat tulisan ini, saya juga harus mengumpulkan sisa energi yang saya dapatkan dari tawa yang diledakkan oleh Edric dan Adul ketika membawakan kuis. Tentu saja dengan password yang tetap, “ada Tomas ada Uber, piala yang lepas ayo diuber!”. Bukan slogan itu yang membangkitkan saya untuk menulis, tetapi lawakan mereka yang berhasil menerobos barrier saya sehingga tawa bisa membangkitkan energi kembali.

Berbicara mengenai tawa, saya bersimpati terhadap pemain ganda Jerman yang sebelumnya telah ditumbangkan oleh tim Uber Indonesia dengan skor 3-1. Kedua dara Jerman tersebut sesekali tertawa, meskipun reli diakhiri dengan shuttle cock jatuh di lapangan mereka. Pada waktu itu mereka melakukannya untuk menertawakan kekurangan mereka sendiri. Juga merupakan kekaguman mereka terhadap permainan cantik telah disuguhkan oleh tim mereka dan tim Indonesia. Tawa mereka mendatangkan energi, sehingga serangan mereka beberapa kali mengancam Gresia Polii dan Joe Novita, meski pada akhirnya mereka harus menyerah pada Indonesia.

Keberhasilan tim Uber Indonesia melibas Jerman ternyata disokong oleh ekspresi mereka di setiap kemenangan, sekecil apapun itu. Tiap kali mereka berhasil mengumpulkan angka, pada saat itulah perayaan dilakukan, baik dengan berteriak “Yess!”, touch, atau mengepalkan tangan. Kebiasaan yang sama juga dilakukan oleh ganda pria Korea saat mengalahkan Markis Kido dan Hendra Setiawan. Bahkan Lee Yong Dee menari pada saat berhasil meraih angka setelah reli panjangnya mengungguli Markis Kido dan Hendra Setiawan.

Berbeda dengan Maria Kristin yang pada waktu itu ditekuk oleh tunggal Jerman, Xu Huaiwen. Maria Kristin lebih cool dalam menjalani setiap langkah permainan. Hal yang sama juga terjadi pada Sony Dwi Koencoro yang dikalahkan dengan rubber set oleh Park Sung Hwan, dan Taufik Hidayat yang takluk strict set di bawah pukulan raket Lee Hyun Il. Pada waktu itu, ketiga pemain Indonesia tersebut sangat mahal untuk melakukan perayaan jika mengalami keberhasilan. Mereka sangat jarang tersenyum, kurang ekspresif dan tidak mengirimkan gestur interaktif dengan suporter.

Padahal pada waktu dukungan diberikan oleh penonton, energi telah disalurkan kepada pemain. Bahkan pemirsa televisi yang ada di rumah pun juga melakukan hal yang sama. Untuk beberapa pemain kita, terutama Tim Uber, energi tersebut mampu diolah dan dipantulkan kembali kepada penonton dengan bermain lebih ekspresif. Lebih-lebih jika ekspresi tersebut diungkapkan untuk merayakan keberhasilan. Sorakan yang digemakan oleh superter Indonesia disalurkan dalam bentuk energi positif yang mengangkat moral pemain. Jika energi tersebut diolah dengan baik, dipadukan dengan imajinasi akan kemenangan, maka terjadi penguatan energi dengan cara resonansi. Penonton mendapatkan energinya kembali dari pemain, sehingga lebih bersemangat memberikan dukungan. Selain itu, energi yang berputar dan saling memperkuat di antara penonton juga semakin besar. Pada saat seperti inilah terjadi spiral energi menaik. Hal ini juga dimiliki dan dilakukan oleh tim China, baik Tim Thomas maupun Tim Ubernya.

Energi dari penonton bersatu dengan harapan mereka yang besar akan kemenangan. Kalau saja pemain kita, terutama Tim Thomas, mampu merespon energi dahsyat yang dikirim oleh penonton, saya yakin Tim Thomas pasti berhasil menaklukkan Korea. Memang tidak semua pemain gagal mengelola energi tersebut. Hanya saja kebetulan pemain yang diturunkan pada waktu melawan Korea adalah pemain dengan karakter yang dingin atau mungkin tenang menurut versinya tim Thomas. Coba saja amati wajah Sony Dwi Koencoro, Hendra Setiawan atau Taufik Hidayat. Apakah wajah tersebut memantulkan energi kepada suporter? Jangankan memantulkan energi, menghiburpun tidak. Malah wajah mereka nampak seperti orang cemas. Pada saat sinyal wajah dingin itu diterima oleh penonton, saat itu terjadi usaha mendisonansi energi perlahan-lahan. Untung saja penonton masih terus menggalang energi di antara mereka, sehingga masih mau bersorak. Bandingkan dengan Tim Uber yang lebih ekspresif. Meskipun saya tidak berani memastikan, tapi saya yakin ekspresi mereka mempunyai peranan besar dalam keberhasilan mereka menjadi finalis.

Selain itu, kekalahan di partai sebelumnya akan mempengaruhi sirkulasi energi pada partai berikutnya. Kebekuan ini seharusnya dipecahkan oleh pemain di partai berikutnya setelah pemain sebelumnya mengalami kekalahan. Ambil contoh saja kekalahan tunggal China Lindan atas Lee Chong Wei permainan Malaysia atau Sony Dwi Kuncoro yang berhasil digasak oleh Boonsak Ponsana dari Thailand. Untung saja Bao Chunlai, tunggal China, mampu mengalahkan Wong Chong Hann dari Malaysia, demikian juga dengan Markis Kido dan Hendra Setiawan yang berhasil menyisihkan ganda Thailand, Tesana Panvisavas dan Nuttaphon Narkthong. Atau contoh lain ketika ganda China, Cai Yun dan Fu Hai Feng, mengalahkan Koo Kien Keat dan Tan Boon Heong dari Malaysia. Keberhasilan ini akan berefek pada keberhasilan berikutnya.

Selain memang moral yang terangkat, perayaan kemenangan juga membuat keberhasilan itu berulang. Harapan yang bangkit dari diri pemain dan seluruh pendukung merupakan kekuatan bersar yang terfokus pada satu tujuan, yaitu menang. Ini yang disebut law of attraction oleh Michael J. Losier. Bertolak belakang dengan Tim Thomas yang sebagian besar digawangi oleh pemain-pemain supercool. Masih beruntung mereka punya skill yang cukup tinggi. Akan tetapi, bemain di lapangan tidak cukup hanya mengandalkan skill. Seluruh konteks pada saat permainan dilangsungkan ikut memegang peranan. Pada waktu permainan itulah atmosfir pertandingan diciptakan. Komponen personal, seperti pemain, pelatih, petugas lapangan, penonton atau supporter sangat berpengaruh. Begitu juga dengan komponen impersonal, seperti lapangan, peralatan bulu tangkis, pencahayaan juga ikut menentukan.

Jika dibandingkan dengan pertandingan yang sama di Amerika atau Negara-negara Eropa, pertandingan yang dilangsungkan di wilayah Asia punya atmosfir yang berbeda. Di negara-negara Eropa atau di Amerika, faktor skill menjadi hal utama dalam membentuk atmosfir. Jika pemain tidak mempunyai skill yang baik, maka pertandingan tidak akan menghibur. Berbeda dengan atmosfir pertandingan di wilayah Asia. Pembentuk atmosfir terbesar adalah penonton. Oleh karena itu, faktor penonton patut diperhitungkan. Penonton di Asia, terutama di Indonesia, tidak pernah putus memberikan dukungan kepada pemain mereka. Sorakan, nyanyian, bunyi terompet, menggema mengiringi jalannya pertandingan. Hal inilah yang menyebabkan penonton punya sumbangsih yang besar dalam memberikan energi dalam pertandingan, terutama energi bagi pemain yang didukungnya. Jika tidak mampu dimanajemeni dengan baik, maka energi yang dikirimkan oleh suporter tidak akan berarti lebih daripada sekedar teriakan.

Memanajemeni suporter bukan cuma mengobjekkan suporter sebagai sumber sorak sorai. Yang menjadi fokus pengolahan adalah pada energi yang mereka kirimkan. Tentu saja harus ada saling dukung antara pihak yang berkepentingan dengan energi tersebut, yaitu pemain dan penontonnya. Jika dalam diri pemain energi tidak diolah dengan baik, maka proses yang terjadi adalah disonansi energi yang menjadi spiral energi menurun sampai terjadi pemunahan (energy distiction).

Selain muatan energi, dalam sorakan penonton terdapat muatan substansi, yaitu harapan untuk menang. Kemenyatuan antara keduanya menghasilan kekuatan yang dahsyat. Pengelolaan yang baik pada diri pemain seharusnya menjadi bagian dari porsi latihan mental. Manajemen energi yang baik sebenarnya sudah terjadi secara alamiah (belum secara formal) pada Tim Uber. Seharusnya Tim Thomas belajar dari mereka. Pengelolaannya adalah dengan melakukan interaksi energi dengan penonton, yaitu merespon sinyal dari penonton dengan bermain lebih ekspresif. Jika mendapatkan kemenangan atau keberhasilan kecil, jangan ragu untuk bersorak menghadap penonton dan melakukan touch antar pemain dengan ekspresi yang ditujukan kepada penonton. Selain lebih menghibur, cara ini juga mengirimkan energi kepada penonton untuk semakin memberikan semangat.

Perayaan punya makna ganda yang juga bisa melipatgandakan keuntungan. Tuhan berjanji akan menambahkan kenikmatan terhadap sesuatu yang disyukuri. Seperti halnya orang yang tahu berterimakasih, maka yang memberi tidak akan segan untuk memberi lagi. Selain makna spiritual, perayaan sebagai rasa bersyukur juga mengangkat moral. Perayaan merupakan hadiah kecil yang diberikan secara spontan. Karena diberikan langsung, perayaan menjadi perekat yang kuat untuk mengaitkan keberhasilan dengan efek kesenangan yang ditimbulkannya. Dalam melakukan usaha selanjutnya, orang akan teringat bahwa keberhasilan bisa mendatangkan kebahagiaan. Akibatnya, energi yang ditimbulkannya juga akan semakin besar dan menjadi modal berikutnya.

Setiap elemen yang terlibat dalam suatu usaha, layak untuk ikut merayakan. Dalam permainan bulu tangkis, pemain, pelatih, penonton, manager dan semua pihak terkait juga berhak merayakan keberhasilan. Perayaan yang melibatkan semuanya dilakukan ketika keberhasilan dirayakan di luar lapangan. Hal ini pasti akan mengangkat moral pemain di laga berikutnya. Namun perayaan yang dilakukan langsung ketika mendapatkan keberhasilan-keberhasilan kecil juga sangat penting. Pada waktu di lapangan, pemain bisa melakukannya. Tentu saja hal ini akan mengangkat moral ketika menjalani pertandingan. Pada saat di lapangan, pihak yang terlibat hanya dua, pemain dan suporter. Pada saat itulah interaksi energi harus dilakukan untuk terus memompa semangat pemain, dan tentu saja semangat penonton dalam memberikan dukungan.

Karena itu, saya berharap keberhasilan Tim Uber terus berlanjut. Dengan perayaan yang dilakukan secara ekspresif, baik dalam bermain maupun merayakan keberhasilan, Tim Putri Indonesia tidak hanya menjadi finalis, tetapi juga sukses membawa pulang Piala Uber. Mudah-mudahan Tim Uber tidak ragu untuk merayakan keberhasilan, sekecil apapun, dan mampu melakukannya dengan ekspresif.
(Rudolph Cahay)

Tidak ada komentar: